Sumur bandhung Dumunung tengahing lurung
Kesampar
Kesandhung Arang Manungsa Dumunung
( Sumur Agung berada di
persimpangan jalan, sering dilalui orang tetapi jarang mengenalnya)
Sumur
Agung = Sumur Bandhung = Sumur Kanthi Banyu Mandhung =
Toya
Wening. Papan Wedharake Sabdaning Gusti.
( Sejarah dirangkum : Djoko Suhardi,
S.Th. / berbagai sumber )
DI SITU GKJW JEMAAT WONOASRI ADA
Greja Kristen
Jawi Wetan (GKJW) Jemaat wonoasri. Berada di desa Wonoasri, Kecamatan Grogol,
Kabupaten Kediri, Jawa Timur.
Sejarah
Tumbuh Berkembangnya GKJW Jemaat Wonoasri.
Berdirinya GKJW
Jemaat Wonoasri tidak terlepas dari peran dan pengaruh seorang tokoh bernama
Mateus Anif. Mateus Anif berasal dari desa Karungan, Sidoarjo. Dulunya dia
bernama Anif dan belum mengenal ajaran Kristen. Konon, suatu hari Anif ingin
belajar nyantrik (belajar ndalang) kepada seorang dalang yang bernama Cermo.
Suatu hari ia
melihat ada sekelompok orang yang sedang menebangi pohon. Konon tidak ada
seorang pun yang berani menebangi pohon itu karena dipercaya bahwa pohon itu
angker, karena pohon itu adalah kratoning
lelembut (kerajaan setan), sehingga bila pohon itu ditebang maka warga akan
kwalat karena penunggunya marah.
Anif heran
melihat apa yang dilakukan orang-orang itu. Orang-orang itu menebang pohon
dengan biasa, santai saja dan tidak terbeban takut kwalat. Anif penasaran mengapa mereka tetap baik-baik saja, setelah
menebangi pohon dan yang semakin membuatnya penasaran adalah perilaku
orang-orang itu tadi sebelum menebang pohon, mereka berkumpul dan membacakan
suatu mantra. Ia tertarik dengan ilmu yang dimiliki orang-orang penebang hutan
itu.
Karena rasa
penasaran, lalu Anif menghampiri mereka dan bertanya kepada mereka ilmu dan
rapal apa yang mereka pakai sehingga mereka tidak takut kwalat menebangi pohon itu. Orang-orang itu memberitahu bahwa
mereka mempunyai ilmu yang disebut “Toya
wening” (air jernih hidup). Anif bertanya, dimanakah ia bisa mendapatkan
ilmu tersebut. Orang-orang memberitahu kepada Anif, bila ingin tahu ilmu itu
pergilah ke Ngoro dan temuilah seorang yang bernama Coenrand Laurens Coolen.
Lalu pergilah
Anif ke Ngoro dan ngangsu kawruh kepada Coolen.
Belajarlah Anif
kepada Coolen tentang Toya Wening itu.
Suatu hari Anif
mendengar ada seseorang yang mempunyai ilmu yang sama seperti Coolen. Karena ia
penasaran maka secara diam-diam ia mendatangi orang itu yang bernama Emde, yang
berada di Mojowarno. Di sana ia mengutarakan isi hatinya kepada Emde untuk
menjadi murid Emde dan Emde pun menyanggupinya dengan syarat, ia harus di
baptis. Lalu Anif pun bersedia untuk dibaptis ; Sesudah itu namanya berubah
menjadi Mateus Anif.
Sesudah dibaptis
kemudian ia kembali ke Ngoro. Coolen yang mengetahui hal itu dari muridnya yang
lain, tidak mau menerima Anif yang sudah bernama Mateus Anif. Pengajaran Coolen
berbeda dengan teologi Emde dimana Coolen tidak menekankan baptis dengan alasan
Colen ingin menghormati rakyat setempat, karena mereka memiliki budaya sendiri
yang harus dihargai. Sedangkan Emde sangat menekankan Baptis.
Maka diusirlah
Mateus Anif dari Ngoro, lalu pergi ke Gunung Wilis dan menyebarkan ngelmu Toya
Wening. Di Gunung Willis bertemu dengan kompi Pangeran Diponegoro yang ada di
situ karena pelarian. Pada akhirnya, ada anggota kompi Pangeran Diponegoro yang
tertarik dan masuk Kristen, yaitu kyai Abas, setelah masuk Kristen lalu
berganti nama menjadi Barnabas. Setelah itu, Mateus Anif bersama kelompoknya pergi
ke daerah Grobogan, Jawa Tengah.
Selang beberapa
waktu berada di Grobogan, Jawa Tengah, Mateus Anif lalu kembali ke Jawa Timur
dan babad alas di lereng Gunung Wilis, sebelah Timur Laut, dekat jalan besar
dari arah Kediri-Nganjuk, yang pada akhirnya disebut desa Wonoasri, sekitar
tahun 1856. Seiring perkembangan pawedaring Toya wening, sejak tahun 1856
itulah mulai ada persekutuan Kristen di Wonoasri.
Saudara Barnabas (murid Mateus
Anif) ada yang masuk Kristen salah satunya bernama Soedajat. Dan Soedrajat
ingin mengikrarkan diri di hadapan Mateus Anif setelah masuk Kristen nama mereka
berganti menjadi Dawud atau Sulaiman ;
kemudian Dawud menikahi anak sulung Mateus
Anif yang bernama Saphira.
Mateus anif memiliki 5 orang anak yang mana
kelima anak ini yang mejadi cikal bakal kekristenan di Wonoasri. Kelima anak
itulah yang kemudian mewartakan injil di daerah Wonoasri : Saphira, Demari,
Demaris, Karimin, Kasmin.
Mereka adalah :
Sapirah (Nenek moyang dari keluarga mbah Yonatan(Alm), Poerwoatmodjo(Alm)
Winoto dan keluarga besar mereka) ; Demari (nenek moyang dari keluarga Mbah
Djasiran-Bp.Sihnoto) ; Karmin (nenek moyang dari keluarga Mbah
Soepardam-Suprobo) Kasmin (nenek moyang dari keluarga Bp. Sih Hari (Ndewor).
GKJW Wonoasri ini awalnya
letaknya di tengah lahan persawah dengan bangunan yang terbuat dari bambu. Karena
tidak tahan lama lalu roboh, kemudian tahun 1880 membangun gedung yang terbuat
dari batu bata, dan lokasinya pindahlah ke daerah yang lebih depan lagi dari
sebelumnya. Lokasinya berada di tengah empat persimpangan jalan setapak (kini perempatan) yang saat ini berdiri.
Keberadaan gereja di tempat
tersebut disebut sebagai “Sumur bandhung dumunung ana tengah lurung” kesempar
kesandhung akeh uwong ora ndunung, ana Sabda Agung”. Maksudnya : banyak orang
tidak mengerti bahwa dalam bangunan di tengah persimbangan jalan itu adalah tempatnya dikumandangkan
Sabda Tuhan Yang Agung.
Dari kisah tersebut GEREJA
WONOASRI DEWASA PADA 1881 bersamaan dengan dimulainya penggunaan gedung gerja
baru. Selama berdiri telah mengalami 5x
renovasi tahun 1880, 1949, 2008,2011,2013. Dan pada tahun 2016
GKJW Jemaat Wonoasri telah membangun sebuah menara lonceng yang ketinggianya
sekitar 20 Meter yang letaknya disebelah barat gedung Gereja.
Pada
perkembangannya GKJW Jemaat Wonoasri saat ini di tahun 2017 sesuai dengan data
yang ada memiliki kurang lebih 553 Jiwa sebagai pengguna gedung Gereja, yang
terdiri dari:
204 Kepala Keluarga,
408 Warga Dewasa, 145 Anak-Anak.
Disamping gedung gereja, GKJW
Wonoasri juga memiliki YBPK, mula-mula SR / SD, lalu TK, SMP dan SMK.
Juga Gedung serba guna yang
disebut Balai pertemuan Among Mitra,
gedung ini biasanya dipakai untuk
kegiatan perayaan Natal, Undhuh-Undhuh (hari raya persembahan).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar